BAB PUASA

Puasa, yang di dalam bahasa Al-Qur'an  Ash-Shaum/Ash-Shiyam adalah
salah satu dari beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan oleh orangorang beriman. Firman Allah :
    Hai  orang-orang  yang  beriman,  diwajibkan  atas  kamu  berpuasa  sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.
[QS. Al-Baqarah : 183]

1. Pengertian Ash-Shiyam (Puasa)

Ash-Shiyam atau Ash-shaum menurut lughah/bahasa, artinya : "Menahan
diri dari melakukan sesuatu". Seperti firman Allah
         Sesungguhnya aku telah bernadzar akan berpuasa karena Tuhan Yang Maha  Pemurah,  maka  aku  tidak  akan  berbicara  dengan  seseorang manusiapun pada hari ini. [QS. Maryam : 26]

Menurut Syara', ialah :
         Menahan  diri  dari  makan,  minum  dan  bersetubuh,  mulai  fajar  hingga Maghrib, karena mengharap ridla Allah dan menyiapkan diri untuk bertaqwa kepada-Nya dengan jalan  mendekatkan  diri kepada Allah dan mendidik kehendak. [Tafsir Al-Manaar juz 2, hal. 143]
Menahan  diri  dari  makan,  minum,  jima'  dan  lain-lain  yang  telah diperintahkan syara’ kepada kita menahan diri padanya, sepanjang hari menurut cara yang disyariatkan. Disertai pula menahan diri dari perkataan sia-sia, perkataan keji/kotor dan lainnya dari perkataan yang diharamkan dan dimakruhkan pada waktu yang telah ditentukan serta menurut syaratsyarat yang telah ditetapkan. [Subulus Salaam juz 2, hal. 150]
Tegasnya  :  "PUASA",  ialah  :  Menahan  diri  untuk  tidak  makan,  minum termasuk  merokok  dan  bersetubuh  dari  mulai  Fajar  hingga  terbenam matahari pada bulan Ramadlan karena mencari ridla Allah.

2. Hukum Ash-Shiyam (Puasa)


Wajib 'Ain, artinya setiap orang Islam yang telah baligh (dewasa) dan sehat akalnya serta tidak ada sebab-sebab yang dibenarkan agama untuk tidak berpuasa, maka mereka itu wajib melakukannya, dan berdosa bagi yang meninggalkannya dengan sengaja. Firman Allah :

Hai  orang-orang  yang  beriman,  diwajibkan  atas  kamu  berpuasa  sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.
[QS. Al-Baqarah : 183]
Dan hadits-hadits Rasulullah SAW :
Islam didirikan atas lima sendi, yaitu 1. Mengakui  bahwa tak ada  Tuhan melainkan Allah dan bahwasanya Muhammad pesuruh Allah, 2. Mendirikan Shalat, 3. Menunaikan zakat, 4. Berpuasa Ramadlan  dan 5. Berhajji. [HR. Bukhari dan Muslim]

Sesungguhnya  seorang  laki-laki  bertanya  kepada  Nabi  SAW,  "Ya Rasulullah, saya mohon diterangkan tentang puasa yang diwajibkan oleh Allah kepada saya". Nabi SAW menjawab, "Puasa di bulan Ramadlan".
Orang itu bertanya pula, "Adakah puasa yang lain yang diwajibkan atas diri  saya  ?".  Jawab  Nabi  SAW,  "Tidak,  kecuali  bila  engkau  hendak 3 mengerjakan tathawwu' (puasa sunnah).[HR. Muttafaq 'Alaih dari Thalhah bin 'Ubaidillah]

3. Yang wajib berpuasa

Ketentuan-ketentuan orang yang berkewajiban menjalankan puasa di bulan Ramadlan :
a. Orang Islam, tidak diwajibkan selain orang Islam.
b. 'Aqil baligh (dewasa), bukan anak-anak.
c. Sehat.
d. Muqim (berada di daerah tempat tinggalnya/daerah iqomahnya), bukan sebagai musafir.
e. Kuat, yakni tidak memaksakan diri karena sangat berat dan payah bila berpuasa.
f. Khusus bagi wanita pada waktu suci, artinya tidak sedang haidl atau nifas.
4. Yang membatalkan puasa

Sepanjang tuntunan Allah dan Rasul-Nya hal-hal yang membatalkan puasa adalah sebagai berikut :
Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 187,

          Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan isteriisteri  kamu;  mereka  itu  pakaian  bagimu,  dan  kamupun  pakaian  bagi mereka.  Allah  mengetahui  bahwasanya  kamu  tidak  dapat  menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi  keringanan kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan  Allah  untukmu,  dan  makan  minumlah  hingga  terang  bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu Fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam ...... [QS. Al-Baqarah: 187]

Dari  ayat  tersebut  dapat  diambil  pengertian  bahwa  yang  membatalkan puasa itu ialah :
a. Bersetubuh suami-isteri dengan sengaja dan dilakukan pada saat puasa (dari mulai masuk waktu Shubuh hingga masuk waktu Maghrib), padahal mereka termasuk orang yang berkewajiban puasa. Danyang dimaksud dengan  "bersetubuh",  ialah  masuknya  kemaluan  laki-laki/suami  pada kemaluan  wanita/istri.  Jadi  baik  mengeluarkan  mani  maupun  tidak, hukumnya  tetap  sama.  Karena  tidak  adanya  ayat-ayat  lain  maupun hadits-hadits  yang  membatasi,  bahwa  yang  dimaksud  "bersetubuh" adalah yang mengeluarkan mani, maka ayat itu tetap  berlaku sesuai dengan keumuman lafadhnya.
b. Makan dengan sengaja, baik makanan yang mengenyangkan atau tidak.
c. Minum, baik yang menghilangkan haus atau tidak, termasuk merokok.

5. Yang boleh tidak berpuasa dan wajib mengganti di  hari-hari yang lain :


a. Orang yang sakit, yang apabila ia tetap berpuasa akan menambah berat atau  akan  memperlambat  kesembuhan  sakitnya,  sedang  sakitnya  itu dapat diharapkan kesembuhannya (bukan sakit yang menahun atau sakit yang  kronis  dan  terus-menerus  sehingga  sulit  diharapkan
kesembuhannya).
b. Musafir,  ialah  :  Orang  yang  sedang  bepergian  keluar  dari  daerah iqomahnya,  baik  dengan  perjalanan  yang  berat  dan  sukar  maupun dengan  ringan  dan  mudah;  kesemuanya  diperbolehkan  untuk  tidak berpuasa dan berkewajiban mengganti di hari yang lain. Berdasarkan firman Allah

Dan  barangsiapa  diantara  kamu  yang  sakit  atau  dalam  bepergian (musafir) ~maka bolehlah ia berbuka~ dan mengganti  di hari-hari yang lain (sebanyak yang ditinggalkannya). [QS. Al-Baqarah : 184]

 Dan terhadap orang-orang yang bisa berpuasa tetapi dengan susah payah (boleh tidak berpuasa), wajib membayar fidyah. [QS. Al-Baqarah : 184]
Ayat tersebut umum, maka siapa saja yang walaupun mampu berpuasa tetapi dengan amat payah (rekoso) dalam menjalankannya, maka termasuk yang dimaksud oleh ayat di atas, misalnya :

a. Wanita  yang  sedang  hamil  yang  bila  berpuasa  dikhawatirkan  akan menimbulkan gangguan pada dirinya dan/atau anak yang dikandungnya.
b. Wanita  yang  sedang  menyusui,  baik  anaknya  sendiri  maupun  anak orang  lain  yang  diserahkan  kepadanya  untuk  disusui,  yang  bila dipaksakan untuk berpuasa akan sangat berat bagi dirinya dan/atau bagi anak yang sedang disusuinya itu. Rasulullah SAW bersabda

Bahwasanya Allah SWT telah membolehkan bagi musafirmeninggalkan puasa  dan  mengqashar  shalat,  dan  Allah  telah  membolehkan perempuan hamil dan yang sedang menyusui meninggalkan puasa. [HR.Ahmad dari Anas bin Malik Al-Ka'bi].

c. Orang yang lanjut usia/orang tua yang apabila berpuasa  akan sangat memayahkannya.  Berdasar  keumuman  ayat  (Surat  Al-Baqarah  ayat 184)

d. Orang  yang  pekerjaannya  sangat  berat,  yang  bila  tetap  berpuasa walaupun ia kuat akan sangat berat dan memayahkannya. Misalnya : Pengemudi  becak,  pekerja  tambang,  karyawan-karyawan  pengangkat
barang di stasiun, terminal, pelabuhan dan sebagainya.
e. Orang  yang  sakit  menahun  yang  (menurut  ahli  kesehatan)  sulit diharapkan sembuhnya, atau walaupun sembuh tetapi memakan waktu yang lama sekali.
f. Siapa saja yang karena kondisi badannya atau sebab-sebab lain akan amat berat sekali bila berpuasa, walaupun bila dipaksa akan kuat juga.Untuk nomor d), e) dan f), ini pun dasarnya adalah keumuman lafadh dari ayat 184 surat Al-Baqarah diatas.
Semua yang tersebut diatas, boleh tidak berpuasa dan wajib membayar fidyah tanpa harus mengganti puasa di hari yang lain.

8. Yang  wajib  untuk  tidak  berpuasa  dan  wajib  mengganti  dengan
puasa di hari yang lain.


Yaitu khusus bagi wanita yang sedang haidl atau nifas. Berdasar riwayat :
Dari 'Aisyah, bahwa ia berkata, "Adalah kami haidl dimasa Rasulullah SAW maka kami diperintahkan supaya mengqadla’ (mengganti) puasa dan kami tidak diperintahkan mengqadla’ shalat". [HR. Al-Jama'ah dari Al-Mu'adzah]
Bukankah  apabila  seorang  wanita  itu  haidl,  ia  tidak  shalat  dan  tidak berpuasa ? Itulah dari kekurangan agamanya. [HR. Bukhari juz 2, hal. 239]

 DOWNLOAD FILE SELENGKAPNYA DI SINI


No comments: